Kongkow warung Kopi membahas Perdamaian
APA INI?
Acara yang dimotori oleh GusDurian Muda Malang (http://gusdurian-malang.blogspot.com/) ini berangkat dari semangat bersama untuk menyuarakan, mengumandangkan, mempromosikan, dan menebarkan perdamaian dalam segala bentuk karya yang bisa dilakukan tiap orang. Kawan-kawan aktivis pergerakan, pemberdayaan komunitas, kelestarian alam, sampai praktisi pendidikan, penggiat pendidikan progresif, awak media, bahkan peneliti hadir dan berbagi kisah-kisah damai bertempat di Kedai Kopi "Tjangkir 13". https://www.facebook.com/tjangkir13
Seorang komikus (Aji Prasetyo - https://www.facebook.com/murahsandangpangan) yang dengan optimis percaya bahwa memanfaatkan media komik adalah jalan yang efektif, malam itu menjadi sumber informasi utama. Sejarah pengalaman hidup, pencerahannya hingga memilih menjadi corong pendamai, dan usaha-usaha yang sudah dan sedang dilakukan dalam mewartakan damai merupakan bahan paling relevan sebagai alat refleksi bersama dalam proses diskusi yang berlangsung dalam atmosfir yang menggembirakan dan memberi harapan; bahwa inspirasi damai tersedia dengan sangat kaya di Malang raya, Jawa Timur dan Indonesia ini.
APA YANG SEDANG TERJADI
Dalam keseharian, terlihat dengan jelas di tiap muka orang bagaimana berita, iklan, gerakan masa, sistem ekonomi-politik, bahkan perkembangan budaya dan idiologi pendidikan, menghadirkan pesan, perintah, dan suara-suara besar yang kontraproduktif dengan usaha-usaha damai dan harmonisasi-berkeadilan sosial.
Belajar dari pengalaman membangun demokrasi dalam situasi hangat pasca pemilihan presiden, sangat terasa bahwa pesan yang disebarkan kepada masyarakat oleh para politisi bahkan pengamat politik adalah pesan-pesan yang lebih banyak berbau intoleransi dan anti terhadap peluang damai. Pesan menakutkan yang menghadirkan rasionalitas hidup selalu berada dalam ancaman perpecahan, konflik, dan kekerasan jika tidak ditekan dan dikendalikan dengan drama-drama perpecahan, konflik, dan kekerasan yang disutradarai dan didanai langsung oleh penguasa.
Begitukah permainan anti perdamaian digunakan untuk membangun perdamaian? Sebuah situasi yang menurut Aji amat melukai logika berpikirnya. Dan luka-luka baru terus tertoreh ketika media ternyata memanfaatkan peluang ini demi bisnisnya, ilmuan menggunakannya sebagai alasan untuk mengembangkan edukasi yang opresif, dan agamawan menyambut gembira sebagai kesempatan "menegakkan agama". Kata damai* benar-benar telah menantang kewarasan logika kita.
SIAPA AJI PRASETYO?
Dia adalah seorang kawan dan sahabat bagi setiap orang yang berpikir progresif dan mengarusutamakan toleransi dan kerukunan. Karena dengan sengaja dirinyalah yang dijadikan referensi utama, maka bicara tentang Perdamaian adalah bicara tentang perjalanan hidupnya. Bicara Perdamaia adalah membaca kembali jejak demi jejak kisah-kisah nyata bagaimana perdamaian itu dilihat, dirasa, dipikir dengan waras dan dikembangkan masuk dalam budaya.
KEGAGALAN LOGIKA
Beberapa peristiwa dikisahkan telah menjadi goresan bekas luka ditampilkan dengan begitu menyengat logika berpikir para pembacanya. Bagi yang tidak bersedia menangkap realitas dengan jernih, goresan kartun ditampilkan dengan pendahuluan dan kalau perlu catatan kaki. Memperlihatkan bahwa sebuah peristiwa dalam konteks tertentu perlu dibaca lengkap sehingga bisa menghindari justifikasi yang tidak pada tempatnya.
Apa lacur, opininya tentang penolakannya terhadap penutupan lokalisasi prostitusi bahkan menghasilkan reaksi protes keras dalam surat terbuka yang menjustifikasi dia sebagai bukan Islam dan pelanggan PSK. Kegagalan logika yang sering menjadi alasan orang dengan mudah menjustifikasi terlanjur terbiasa diidap bahkan oleh aparatur negara.
Coba saja anda membuat kelompok diskusi ilmiah tentang Marxisme, dengan berbisikpun undangan disebar, aparat sigap dan serta merta menggerebeg. Namun gerombolan yang jelas-jelas anti Pancasila berparade dengan ribuan bendera dan slogan-slogan pelecehan terhadap kedaulatan negara, bebas berencana dan beracara di jantung-jantung kota dan disiarkan secara langsung oleh televisi milik pemerintah. Cermin diri keadaan penghayatan kita pada agama, budaya, kesadaran politik dan fenomena sosial lainnya menjadi saksi-saksi betapa ada pekerjaan besar yang perlu segera diberesi untuk mengobati segala luka-luka logika itu.
Selengkapnya, seluruh karyanya bahkan bisa dibaca dengan gratis disini: http://komikopini.com/
Setiap orang bisa melihat bagaimana perjalan hidup seseorang bisa menjadi saksi pentingnya suara-suara damai terus dikumandangkan sebagai sebuah usaha tanpa akhir, tanpa profit yang menjanjikan, yang hanya bisa berlangsung dengan dorongan hati nurani. Resikonya? Sungguh amat besar.
RESIKO BERPIKIR KRITIS
Aneh bin ajaib, ditengah masyarakat yang mengagungkan pendidikan sebagai sarana meraih keberhasilan, mensucikan agama sebagai sarana membangun kemanusiaan yang bermartabat, pemikiran kritis cenderung dianggap ancaman.
Institusi pendidikan formal yang tersedia tidak cukup siap untuk menghantar dan menyiapkan anak didik untuk memanfaatkan keseluruhan wilayah otak dan juga hatinya untuk mencerna realitas. Organisasi-organisasi keagamaan tidak cukup lincah menginspirasi umat untuk semakin memahami diri dan orang lain dengan lebih adil. Alhasil, berpikir kritis ditemukan hanya di jalan-jalan, di warung-warung, di pengalaman-pengalaman otentik para petarung dan petualang yang berani memilih untuk memanfaatkan keseluruhan karya cipta illahi; karya, karsa, cipta.
Dalam situasi ini, berbicara perdamaian adalah berbicara tentang kesanggupan berpikir kritis, berbicara tentang sebuah kenyataan yang tidak kita jumpai di sekolah dan tempat ibadah. Kenyataan memprihatinkan bagaimana anak-anak sejak dari awal pendidikan karakternya diperkenalkan untuk menyadari tentang peperangan dan penggunaan kekerasan demi menegakkan agama, adalah contoh nyata kegagalan logika selanjutnya.
Berbicara perdamaian di institusi pendidikan yang mengedepankan nilai kompetisi jauh diatas nilai apresiasi dan penghormatan, bahkan menghalalkan model-model perploncoan dan senioritas yang ketat adalah sebuah pekerjaan berat yang lain. Karena sistem pendidikan yang justru menjauhkan orang dari sentuhan perjumpaan perdamaian ini telah berlangsung secara sistematis, masif, dan hehehe ... politis.
SUARA DOMINAN
Dalam banyak peristiwa besar, mulai dari penulisan sejarah hingga trend pilihan berita di media, perilaku public figure dan pesan-pesan keagamaan, yang menjadi suara dominan jaman ini sangat susah ditemui inspirasi-inspirasi membangun dan mengembangkan perdamaian. Secara politis, psikologi masa direkayasa sedemikian rupa supaya selalu nampak besarnya ancaman konflik daripada besarnya potensi damai. Secara ekonomi, kerakusan dijadikan gambar ideal keberhasilan daripada toleransi dan harmoni.
Suara dominan seperti itu tidak memiliki suara tandingan. Suara tandingan hanya muncul kecil dalam gerakan-gerakan putus asa yang tidak terencana, terorganisir, dan terdukung dengan efektif. Maka melalui komik-komiknya Aji bicara lantang tanpa tedeng aling-aling. Sebuah ajakan bagi siapa saja untuk berani berkata tidak terhadap intoleransi, gerakan kebencian dan semangat anti perdamaian. Dirasakan bahwa sangat diperlukan adanya suara tandingan yang lebih besar, yang lebih terencana dan mendapatkan dukungan yang luas, agar banyak orang semakin mampu melihat bahwa masih ada harapan membangun masa depan bangsa ini melalui proses-proses damai.
TINDAKAN TEPAT DALAM MOMENT YANG TEPAT
Tindakan-tindakan strategis dibutuhkan. Kecerdasan dan kepekaan melampaui permainan berpikir rekayasa politik perlu terus diasah. Pengalaman Aji bersama teman-teman lain menghambat upaya deklarasi ISIS di malang merupakan sebuah contoh tindakan tepat dalam momen yang tepat itu. Bayangkan, ancaman sebesar itu terhadap perdamaian, malah dijadikan jualan laris media dan anehnya aparat penegak hukum mengaku tidak memiliki informasi? Sebuah situasi pencideraan terhadap logika yang amat menyakitkan bukan?
Peluang-peluang untuk melakukan tindakan tepat dalam momen yang tepat dalam menyuarakan pesan-pesan damai sebenarnya banyak terdapat dalam setiap interaksi kita dengan orang lain. Kehidupan keragaman agama, budaya, etnisitas, asal daerah, adalah lahan-lahan yang subur untuk memetakan, merencanakan, dan membangun pesan-pesan damai.
PETA DAN STRATEGI DAMAI
Berdasarkan pengalamannya seorang kawan (https://www.facebook.com/wasis.sasmito) menambahkan pentingnya kepekaan untuk melihat pada besarnya potensi ancaman terhadap perdamaian yang berada dekat dalam perilaku dan budaya yang secara sehari-hari terjadi di lingkungan sekitar. Ada banyak pemakluman berdasarkan tradisi dan budaya terhadap praktek kekerasan dan intoleransi. Nilai-nilai keluhuran budaya seringkali dengan mudah dijadikan argumentasi untuk melanggengkan tradisi kekerasan. Dibutuhkan orang-orang dan gerakan yang sistematis yang strategis untuk memberikan tafsir kebudayaan yang berorientasi damai.
Ada kebutuhan besar terhadap pentingnya menyusun strategi pembentukan opini sehingga kisah-kisah damai lebih berharga dan mendarat pada masyarakat. Strategi seperti yang sedang dilakukan kawan-kawan Gusdurian merupakan sebuah contoh konkrit bagaimana pesan perdamaian disemai dan ditumbuhkan. (lih. http://gusdurian-malang.blogspot.com/2014/07/gerakan-menulis-untuk-perdamaian.html).
Hadir bersama dengan seorang peneliti dari New Zaeland yang concern terhadap psikologi sosial fokus pada Prejudice and Group, mas Mahpur (https://www.facebook.com/mahpur) membagikan pengalaman berharganya tentang membangun kepekaan terhadap kondisi psikologis masyarakat dalam realitas dimana peristiwa dan pesan-pesan yang ditampilkan sering justru anti-damai. Analisis psikologis juga perlu dipertimbangkan untuk memetakan seberapa banyak potensi-potensi damai yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang perlu dipublikasikan.
Seorang kawan yang bergelut dengan pendidikan alternatif bersama istrinya (https://www.facebook.com/ viki.mukadar) berbagi pengalaman pentingnya menjaga konsistensi pesan-pesan damai dalam proses pendidikan. Pendidikan formal di Indonesia belum cukup efektif dalam menyiapkan orang untuk menjadi pribadi toleran dan cinta damai. Dalam kenyataan riil, sambung Bung Amie (https://www.facebook.com/ amie.rangkuty), justru terjadi kebalikannya. Lembaga agama menawarkan pendidikan sejak dini sebagai sebuah indoktrinasi yang kadang sangat memperlihatkan intoleransi dan penghalalan kekerasan dan perang.
Selanjutnya diskusi masuk kepada ranah konstitusi. Sebagai sebuah sumber penting dalam hidup bernegara, konstiusi sebenarnya telah menawarkan peluang-peluang bertumbuh kembangnya perdamaian. Namun kelonggaran terhadap miss-interpretasi seringkali melumpuhkan pesan perdamaian konstitusi kita itu. Perlu secara terencana dipromosikan agar kesadaran konstitusionil, pendalaman terhadap pesan hakiki agama damai, dan model pendidikan toleransi sehingga kesehatan psikologi sosial dapat memampukan orang mengelola dengan arif tiap perbedaan.
KOMITMEN
Malang adalah kota damai. Pesan-pesan damai yang tegas perlu disuarakan. Penolakan terhadap gerakan anti perdamaian harus terus dimobilisasi. Sikap kritis terhadap berkembangnya budaya intoleransi dan anti damai perlu secara sistematis dilakukan dan disebarkan.
Maka pertemuan ini adalah awal sebuah gerakan, sebuah sindikat, sebuah kesukarelaan untuk menyuarakan pesan-pesan damai lewat apa saja media yang tersedia; tulisan, blog, buku, paper, penelitian, lukisan, lagu, komik, kartun, poster, kaos, dan sebagainya yang bisa dipublikasikan dimana saja secara kreatif, di sekolah-sekolah, tempat-tempat ibadah, dan kalau perlu di jalan-jalan. Dan bahkan ada kesediaan, jika dianggap perlu, untuk menyuarakannya dengan unjuk rasa.
Ini pertemuan awal, dan semua mendukung dan terhubung dalam sebuah gerakan Perdamaian.
*Ada kawan diskusi yang mengingatkan bahwa kata "damai" itu dalam penggunaan formal-birokratif telah terkontaminasi oleh maraknya budaya korupsi dan kolusi. Bahkan amat lazim dikonotasikan sebagai langkah pelanggaran hukum secara berjamaah. Dijadikan sebagai asumsi budaya untuk lari dari tanggungjawab karena tindakan yang tidakbertanggungjawab. Kata damai bahkan seringkali dengan tenang digunakan sebagai kata untuk menghalalkan kebohongan personal maupun publik.
Acara yang dimotori oleh GusDurian Muda Malang (http://gusdurian-malang.blogspot.com/) ini berangkat dari semangat bersama untuk menyuarakan, mengumandangkan, mempromosikan, dan menebarkan perdamaian dalam segala bentuk karya yang bisa dilakukan tiap orang. Kawan-kawan aktivis pergerakan, pemberdayaan komunitas, kelestarian alam, sampai praktisi pendidikan, penggiat pendidikan progresif, awak media, bahkan peneliti hadir dan berbagi kisah-kisah damai bertempat di Kedai Kopi "Tjangkir 13". https://www.facebook.com/tjangkir13
Seorang komikus (Aji Prasetyo - https://www.facebook.com/murahsandangpangan) yang dengan optimis percaya bahwa memanfaatkan media komik adalah jalan yang efektif, malam itu menjadi sumber informasi utama. Sejarah pengalaman hidup, pencerahannya hingga memilih menjadi corong pendamai, dan usaha-usaha yang sudah dan sedang dilakukan dalam mewartakan damai merupakan bahan paling relevan sebagai alat refleksi bersama dalam proses diskusi yang berlangsung dalam atmosfir yang menggembirakan dan memberi harapan; bahwa inspirasi damai tersedia dengan sangat kaya di Malang raya, Jawa Timur dan Indonesia ini.
APA YANG SEDANG TERJADI
Dalam keseharian, terlihat dengan jelas di tiap muka orang bagaimana berita, iklan, gerakan masa, sistem ekonomi-politik, bahkan perkembangan budaya dan idiologi pendidikan, menghadirkan pesan, perintah, dan suara-suara besar yang kontraproduktif dengan usaha-usaha damai dan harmonisasi-berkeadilan sosial.
Belajar dari pengalaman membangun demokrasi dalam situasi hangat pasca pemilihan presiden, sangat terasa bahwa pesan yang disebarkan kepada masyarakat oleh para politisi bahkan pengamat politik adalah pesan-pesan yang lebih banyak berbau intoleransi dan anti terhadap peluang damai. Pesan menakutkan yang menghadirkan rasionalitas hidup selalu berada dalam ancaman perpecahan, konflik, dan kekerasan jika tidak ditekan dan dikendalikan dengan drama-drama perpecahan, konflik, dan kekerasan yang disutradarai dan didanai langsung oleh penguasa.
Begitukah permainan anti perdamaian digunakan untuk membangun perdamaian? Sebuah situasi yang menurut Aji amat melukai logika berpikirnya. Dan luka-luka baru terus tertoreh ketika media ternyata memanfaatkan peluang ini demi bisnisnya, ilmuan menggunakannya sebagai alasan untuk mengembangkan edukasi yang opresif, dan agamawan menyambut gembira sebagai kesempatan "menegakkan agama". Kata damai* benar-benar telah menantang kewarasan logika kita.
Dia adalah seorang kawan dan sahabat bagi setiap orang yang berpikir progresif dan mengarusutamakan toleransi dan kerukunan. Karena dengan sengaja dirinyalah yang dijadikan referensi utama, maka bicara tentang Perdamaian adalah bicara tentang perjalanan hidupnya. Bicara Perdamaia adalah membaca kembali jejak demi jejak kisah-kisah nyata bagaimana perdamaian itu dilihat, dirasa, dipikir dengan waras dan dikembangkan masuk dalam budaya.
KEGAGALAN LOGIKA
Beberapa peristiwa dikisahkan telah menjadi goresan bekas luka ditampilkan dengan begitu menyengat logika berpikir para pembacanya. Bagi yang tidak bersedia menangkap realitas dengan jernih, goresan kartun ditampilkan dengan pendahuluan dan kalau perlu catatan kaki. Memperlihatkan bahwa sebuah peristiwa dalam konteks tertentu perlu dibaca lengkap sehingga bisa menghindari justifikasi yang tidak pada tempatnya.
Apa lacur, opininya tentang penolakannya terhadap penutupan lokalisasi prostitusi bahkan menghasilkan reaksi protes keras dalam surat terbuka yang menjustifikasi dia sebagai bukan Islam dan pelanggan PSK. Kegagalan logika yang sering menjadi alasan orang dengan mudah menjustifikasi terlanjur terbiasa diidap bahkan oleh aparatur negara.
Coba saja anda membuat kelompok diskusi ilmiah tentang Marxisme, dengan berbisikpun undangan disebar, aparat sigap dan serta merta menggerebeg. Namun gerombolan yang jelas-jelas anti Pancasila berparade dengan ribuan bendera dan slogan-slogan pelecehan terhadap kedaulatan negara, bebas berencana dan beracara di jantung-jantung kota dan disiarkan secara langsung oleh televisi milik pemerintah. Cermin diri keadaan penghayatan kita pada agama, budaya, kesadaran politik dan fenomena sosial lainnya menjadi saksi-saksi betapa ada pekerjaan besar yang perlu segera diberesi untuk mengobati segala luka-luka logika itu.
Selengkapnya, seluruh karyanya bahkan bisa dibaca dengan gratis disini: http://komikopini.com/
Setiap orang bisa melihat bagaimana perjalan hidup seseorang bisa menjadi saksi pentingnya suara-suara damai terus dikumandangkan sebagai sebuah usaha tanpa akhir, tanpa profit yang menjanjikan, yang hanya bisa berlangsung dengan dorongan hati nurani. Resikonya? Sungguh amat besar.
RESIKO BERPIKIR KRITIS
Aneh bin ajaib, ditengah masyarakat yang mengagungkan pendidikan sebagai sarana meraih keberhasilan, mensucikan agama sebagai sarana membangun kemanusiaan yang bermartabat, pemikiran kritis cenderung dianggap ancaman.
Institusi pendidikan formal yang tersedia tidak cukup siap untuk menghantar dan menyiapkan anak didik untuk memanfaatkan keseluruhan wilayah otak dan juga hatinya untuk mencerna realitas. Organisasi-organisasi keagamaan tidak cukup lincah menginspirasi umat untuk semakin memahami diri dan orang lain dengan lebih adil. Alhasil, berpikir kritis ditemukan hanya di jalan-jalan, di warung-warung, di pengalaman-pengalaman otentik para petarung dan petualang yang berani memilih untuk memanfaatkan keseluruhan karya cipta illahi; karya, karsa, cipta.
Dalam situasi ini, berbicara perdamaian adalah berbicara tentang kesanggupan berpikir kritis, berbicara tentang sebuah kenyataan yang tidak kita jumpai di sekolah dan tempat ibadah. Kenyataan memprihatinkan bagaimana anak-anak sejak dari awal pendidikan karakternya diperkenalkan untuk menyadari tentang peperangan dan penggunaan kekerasan demi menegakkan agama, adalah contoh nyata kegagalan logika selanjutnya.
Berbicara perdamaian di institusi pendidikan yang mengedepankan nilai kompetisi jauh diatas nilai apresiasi dan penghormatan, bahkan menghalalkan model-model perploncoan dan senioritas yang ketat adalah sebuah pekerjaan berat yang lain. Karena sistem pendidikan yang justru menjauhkan orang dari sentuhan perjumpaan perdamaian ini telah berlangsung secara sistematis, masif, dan hehehe ... politis.
SUARA DOMINAN
Dalam banyak peristiwa besar, mulai dari penulisan sejarah hingga trend pilihan berita di media, perilaku public figure dan pesan-pesan keagamaan, yang menjadi suara dominan jaman ini sangat susah ditemui inspirasi-inspirasi membangun dan mengembangkan perdamaian. Secara politis, psikologi masa direkayasa sedemikian rupa supaya selalu nampak besarnya ancaman konflik daripada besarnya potensi damai. Secara ekonomi, kerakusan dijadikan gambar ideal keberhasilan daripada toleransi dan harmoni.
Suara dominan seperti itu tidak memiliki suara tandingan. Suara tandingan hanya muncul kecil dalam gerakan-gerakan putus asa yang tidak terencana, terorganisir, dan terdukung dengan efektif. Maka melalui komik-komiknya Aji bicara lantang tanpa tedeng aling-aling. Sebuah ajakan bagi siapa saja untuk berani berkata tidak terhadap intoleransi, gerakan kebencian dan semangat anti perdamaian. Dirasakan bahwa sangat diperlukan adanya suara tandingan yang lebih besar, yang lebih terencana dan mendapatkan dukungan yang luas, agar banyak orang semakin mampu melihat bahwa masih ada harapan membangun masa depan bangsa ini melalui proses-proses damai.
TINDAKAN TEPAT DALAM MOMENT YANG TEPAT
Tindakan-tindakan strategis dibutuhkan. Kecerdasan dan kepekaan melampaui permainan berpikir rekayasa politik perlu terus diasah. Pengalaman Aji bersama teman-teman lain menghambat upaya deklarasi ISIS di malang merupakan sebuah contoh tindakan tepat dalam momen yang tepat itu. Bayangkan, ancaman sebesar itu terhadap perdamaian, malah dijadikan jualan laris media dan anehnya aparat penegak hukum mengaku tidak memiliki informasi? Sebuah situasi pencideraan terhadap logika yang amat menyakitkan bukan?
Peluang-peluang untuk melakukan tindakan tepat dalam momen yang tepat dalam menyuarakan pesan-pesan damai sebenarnya banyak terdapat dalam setiap interaksi kita dengan orang lain. Kehidupan keragaman agama, budaya, etnisitas, asal daerah, adalah lahan-lahan yang subur untuk memetakan, merencanakan, dan membangun pesan-pesan damai.
PETA DAN STRATEGI DAMAI
Berdasarkan pengalamannya seorang kawan (https://www.facebook.com/wasis.sasmito) menambahkan pentingnya kepekaan untuk melihat pada besarnya potensi ancaman terhadap perdamaian yang berada dekat dalam perilaku dan budaya yang secara sehari-hari terjadi di lingkungan sekitar. Ada banyak pemakluman berdasarkan tradisi dan budaya terhadap praktek kekerasan dan intoleransi. Nilai-nilai keluhuran budaya seringkali dengan mudah dijadikan argumentasi untuk melanggengkan tradisi kekerasan. Dibutuhkan orang-orang dan gerakan yang sistematis yang strategis untuk memberikan tafsir kebudayaan yang berorientasi damai.
Ada kebutuhan besar terhadap pentingnya menyusun strategi pembentukan opini sehingga kisah-kisah damai lebih berharga dan mendarat pada masyarakat. Strategi seperti yang sedang dilakukan kawan-kawan Gusdurian merupakan sebuah contoh konkrit bagaimana pesan perdamaian disemai dan ditumbuhkan. (lih. http://gusdurian-malang.blogspot.com/2014/07/gerakan-menulis-untuk-perdamaian.html).
Hadir bersama dengan seorang peneliti dari New Zaeland yang concern terhadap psikologi sosial fokus pada Prejudice and Group, mas Mahpur (https://www.facebook.com/mahpur) membagikan pengalaman berharganya tentang membangun kepekaan terhadap kondisi psikologis masyarakat dalam realitas dimana peristiwa dan pesan-pesan yang ditampilkan sering justru anti-damai. Analisis psikologis juga perlu dipertimbangkan untuk memetakan seberapa banyak potensi-potensi damai yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang perlu dipublikasikan.
Seorang kawan yang bergelut dengan pendidikan alternatif bersama istrinya (https://www.facebook.com/ viki.mukadar) berbagi pengalaman pentingnya menjaga konsistensi pesan-pesan damai dalam proses pendidikan. Pendidikan formal di Indonesia belum cukup efektif dalam menyiapkan orang untuk menjadi pribadi toleran dan cinta damai. Dalam kenyataan riil, sambung Bung Amie (https://www.facebook.com/ amie.rangkuty), justru terjadi kebalikannya. Lembaga agama menawarkan pendidikan sejak dini sebagai sebuah indoktrinasi yang kadang sangat memperlihatkan intoleransi dan penghalalan kekerasan dan perang.
Selanjutnya diskusi masuk kepada ranah konstitusi. Sebagai sebuah sumber penting dalam hidup bernegara, konstiusi sebenarnya telah menawarkan peluang-peluang bertumbuh kembangnya perdamaian. Namun kelonggaran terhadap miss-interpretasi seringkali melumpuhkan pesan perdamaian konstitusi kita itu. Perlu secara terencana dipromosikan agar kesadaran konstitusionil, pendalaman terhadap pesan hakiki agama damai, dan model pendidikan toleransi sehingga kesehatan psikologi sosial dapat memampukan orang mengelola dengan arif tiap perbedaan.
KOMITMEN
Malang adalah kota damai. Pesan-pesan damai yang tegas perlu disuarakan. Penolakan terhadap gerakan anti perdamaian harus terus dimobilisasi. Sikap kritis terhadap berkembangnya budaya intoleransi dan anti damai perlu secara sistematis dilakukan dan disebarkan.
Maka pertemuan ini adalah awal sebuah gerakan, sebuah sindikat, sebuah kesukarelaan untuk menyuarakan pesan-pesan damai lewat apa saja media yang tersedia; tulisan, blog, buku, paper, penelitian, lukisan, lagu, komik, kartun, poster, kaos, dan sebagainya yang bisa dipublikasikan dimana saja secara kreatif, di sekolah-sekolah, tempat-tempat ibadah, dan kalau perlu di jalan-jalan. Dan bahkan ada kesediaan, jika dianggap perlu, untuk menyuarakannya dengan unjuk rasa.
Ini pertemuan awal, dan semua mendukung dan terhubung dalam sebuah gerakan Perdamaian.
Moderator dan penulis laporan |
*Ada kawan diskusi yang mengingatkan bahwa kata "damai" itu dalam penggunaan formal-birokratif telah terkontaminasi oleh maraknya budaya korupsi dan kolusi. Bahkan amat lazim dikonotasikan sebagai langkah pelanggaran hukum secara berjamaah. Dijadikan sebagai asumsi budaya untuk lari dari tanggungjawab karena tindakan yang tidakbertanggungjawab. Kata damai bahkan seringkali dengan tenang digunakan sebagai kata untuk menghalalkan kebohongan personal maupun publik.
Komentar
menarik banget bahasannya,
pesan damai dan toleran