PETA PERDAMAIAN DI MALANG


MULAI DARI ORANGNYA

Memetakan perdamaian dimanapun harus dimulai dengan melihat orang-orangnya, manusianya, relasinya dengan orang lain, caranya menjadi diri sendiri, dan caranya menghargai orang lain. Inilah hal paling menonjol yang paling nampak dalam apapun usaha yang dilakukan untuk memahami, mengerti, dan mengabarkan tentang perdamaian.

Orang Jawa Timur, khususnya Malang, bagi sebagian orang dari daerah lain di Jawa sering dengan kecemburuan diremehkan sebagai orang-orang yang kasar, kurang sopan santun, semaunya sendiri, dan tidak terlalu menghormati aturan umum. Mengapa muncul anggapan yang cenderung stereotiping seperti itu?

Pertama, Jawa Timur dan terutama Malang Raya adalah daerah yang memiliki sejarah panjang, bahkan sejak dari era sebelum kekuasaan Raja-raja besar Jawa dan Nusantara, tentang hidup berdampingan dengan rukun bersama dengan bermacam jenis manusia. Pelarian dari barat dan keramahan dari timur berjumpa di sini. Ekspansi dari utara, dari barat jauh, dari negeri-negeri "atas angin" yang mencoba mengais rezeki berlabuh disini. Bisa jadi itu karena keagungan gunung-gunungnya, kekayaan tanah dan mineralnya, keindahan pantai-pantainya, yang pasti siapapun yang pernah datang kesini adalah orang-orang yang berjumpa dengan orang sini, terserah mau diberi label era Kahuripan, Kadiri/Panjalu, Singhasari/Tumapel, atau Majapahit dan prototipe legenda hidupnya sang Patih Gajah Mada. Perjumpaan dengan orang-orangnya itulah yang menterakan catatan, peninggalan, kisah yang tersimpan rapi di India-Pakistan, Cina-Mongol-Rusia, dan bahkan Portugis-Spanyol-Belanda.

Tidak bosan-bosannya generasi demi generasi berjuang jatuh bangun menjaga perdamaian, kerukunan, dan komunikasi antar perbedaan dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan sebuah gambaran baru yang ditawarkan pada dunia. Tidak sempurna, ada banyak peristiwa besar yang mencoreng, merobek, mengoyak perahunya. Tapi tetap tidak tenggelam dalam serpihan. Selalu ada saatnya untuk  menjahit kembali dengan tali yang lebih kokoh (sekalipun dengan ikatan yang sangat tidak mencekik), dan membangun kembali peta baru (dengan bahan yang lebih sempurna), sebuah gambaran yang jelas dan tegas, yaitu perdamaian-kerukunan-persatuan.

Dengan kondisi itulah kekuatan kerukunan dan perdamaian yang ada di sini oleh beragam pihak pecinta kekerasan, manipulasi, dan peperangan terus menerus dilumpuhkan, disepelekan, dihina. Di sini, di timur sini, bahasa Jawa tidaklah dimutlakkan, maka jadilah Jawa Timuran, Malangan, Pesisiran, Osingan, dan sebagainya. Tidak masalah, semuanya memiliki keindahannya sendiri dan layak dihargai. Musik yang cenderung menonjolkan perkusi daripada ritme bunyi henti dengan gong besar. Menandai semangat kegembiraan tanpa henti bahkan oleh kekuasaan hirarki tertinggi sekalipun. Apa salahnya? Stereotiping terhadap orang Jawa Timur, orang Malangan tidak akan pernah berhenti, bukan terhadap kegembiraan kreatifitasnya, namun karena kecemburuan betapa kita adalah orang-orang yang secara naluriah dianugerahi kemampuan untuk selalu mampu bertransformasi dengan indah.

LUGAS, inilah salah satu ciri umum yang paling menonjol. Kalau mau bilang jancuk ya memang situasinya sedang tepat untuk bilang jancuk. Apanya yang tidak sopan? Kalau pikiranmu jernih dan tidak hanya berorientasi pada kekerdilan mentalitas binatang, tidak ada yang haram dengan bilang jancuk, tho? Sekalipun produksi budaya Malangan dengan bahasa walikannya, "iyo" dijadikan "Oyi". Tetap maknanya. Kalau bilang IYA tidak pernah berarti MUNGKIN, tho? Bilang tidak ya Kadit, tanpa tapi, tanpa ngedumel, tanpa basa-basi yang basi dengan alasan perasaan. Memang kalau bilang tidak perasaannya iya?

Inkonsistensi dan ketidakmauan untuk berpikir jernih adalah kacangan. Istilah ini dipakai untuk menggambarkan pentingnya progresifitas. Kelugasan itu bernilai, karena dengan cara itulah orang terus mendidik dirinya untuk jujur, untuk berani menjadi diri sendiri, dan tidak bermain-main egois seolah relasi bisa dimanipulasi dengan argumentasi berputar-putar seperti kentutnya polisi. Kacangan itu menghambat prestasi. Dalam semangat progresifitas yang dilalui dengan kerja keras dan berpikir cerdas, model orang-orang yang selalu mencari-cari pembenar pada kesalahan, atau mencari-cari kesalahan pada sesuatu yang benar, adalah benar-benar orang kacangan. Jangan salah mengerti dalam hal ini. Identifikasi yang cenderung universalis terhadap Jawa seringkali juga mengaburkan pesan jelas, bahwa di tanah merdeka ini seolah semua orang harus dilumpuhkan dan ditundukkan dalam mentalitas harmoni.

Peta perdamaian yang ideal tidak tergantung pada harmoni dan kekuatan pemaksaan sosial terhadap tiap unsur yang ada di dalamnya. Harmoni yang dibutuhkan bisa dibuat, tapi tidak selalu merupakan hal yang terpenting. Penghargaan terhadap perbedaan justru memperlihatkan, bahwa ide harmoni itu adalah salah bagian saja dalam peta tersebut. Penghargan terhadap yang berbeda bukan ancaman harmoni, melainkan dasar yang lebih luas yang dibutuhkan untuk membangun harmoni. Kelugasan adalah masukan penting bagi gambar nyata peta perdamaian di Malang yang akan terus diceritakan melalui interaksi antar manusianya.

TERUS TERANG, menjadi nilai penting kedua yang melengkapi kelugasan. Terus terang itu konsisten, tidak mencla mencle, tidak bicara A di depan dan J dibelakang. Mengedepankan proses untuk melanjutkan apa yang sudah diraih dan dibicarakan, tidak bolak-balik sok tidak tanggap, sehingga tidak pernah ada yang dihasilkan. Terus terang itu tindakan anti sarkasme. Jadi kalaupun orang melalukan sarkasme, dan itu juga disukai disini, itu jelas tujuannya, yaitu untuk membiasakan diri menyadari bahwa apapun yang dikatakan orang bisa bermakna berbeda. Atau, apapun yang dikatakan orang, maknanya ditentukan juga oleh cara kita memahaminya. Terus terang melatih orang untuk mengakui perbedaan dengan arif tidak dengan penghakiman.

Peta perdamaian dapat digambarkan dengan benar jika semua orang yang ada didalamnya terlibat (tanpa terkecuali) dan memiliki hak yang sama untuk menunjukkan dengan bebas dan aman posisinya, dimana dia berada, perannya, idenya, dan keseluruhan jati dirinya. Keterlibatan yang direkayasa memang kadang dibutuhkan. Di Malang, keterlibatan terbuka dan naluriah-alamiah dibiasakan sejak dini. Sesuatu yang kadang dianggap lancang, melibatkan diri pada sesuatu yang menjadi minat diterima dengan sukacita. Itulah sebabnya semua orang akan berani bicara dan berindak terhadap satu tim sepakbola kesayangan mereka Arema. Itulah mengapa mereka bangga, kalah atau menang tim nya.

MINIMALISIR BASA-BASI yang dengan nyata juga ditunjukkan orang sini seringkali menjadi alasan terhadap penilaian kurangnya sopan-santun. Dengan tegas dan banyak dipertontonkan bahwa meminimalisir basa-basi adalah tindakan mencegah membiasakan kebohongan secara dini. Sopan santun tidak identik dengan basa-basi, tidak pula bisa dilihat dari cara mempraktekannya. Sopan justru ketika orang bisa dengan gembira tidak lagi dituntut berbasa-basi. Dan santun justru ketika orang menerima orang lain apa adanya tanpa penghakiman terhadap gaya berpakaiannya, gaya rambutnya, gaya hidupnya.

Peta perdamaian merupakan gambaran detail tapi juga riil. Itulah alasan paling hakiki mengapa basa-basi selalu perlu untuk diminimalisir. Tidak perlu ditiadakan, karena basa-basi menggembirakan jika orang masuk dalam suasana humor cerdas yang membangun wawasan baru. Bukan sebaliknya, kecenderungan pemahaman terhadap basa-basi yang menekan orang tunduk pada ritual usang keharusan-keharusan yang belum tentu berguna. Peta perdamaian harus efektif dikumandangkan. Lihatlah di alun-alun Taman Kota. masjid besar berdampingan damai dengan gereja dan tanpa rasa takut berhadap-hadapan dengan mall dan pasar besar.
ANTI DRAMA (Apalagi yang terlalu banyak sabun). Memanipulasi sebuah kenyataan tertentu dengan cerita-cerita melankolis-tragis-emosional yang hanya bertujuan untuk mendeskreditkan pihak lain dan membenarkan diri sendiri itu disebut nyabun. Sebuah istilah yang sama persis artinya dengan masturbasi. Di sini, masih beruntung kalau anda mendapatkan senyum penerimaan atau ketawa kecil menganggap lucu pada drama yang anda sampaikan. Mekanisme penciptaan drama hidup yang diajarkan oleh generasi pop ala Suharto dan dukungan produsen sinetron di Indonesia telah terlalu amat mengkhawatirkan. Perlu gerakan sistematis menangkalnya, menjadikan orang berani berpikir terbuka dan kritis, pun terhadap dirinya sendiri.

Peta perdamaian perlu meneliti pada kisah-kisah yang menyemangati orang untuk menyuarakan dan mempertahankan perdamaian. Keluhan dan gerundelan tidak bermutu perlu dihindari karena memang tidak produktif dan tidak menyuarakan keindahan apapun. Lihatlah pada usaha-usaha orang-orang sederhana untuk saling mengerti, saling menghargai dan menghormati, lihatlah dan rasakan dengan senang hal itu terjadi bahkan di kampung-kampung dan pasar-pasar tradisional. Memetakan perdamaian adalah mengumpulkan kisa-kisah dimana perdamaian dirayakan, disyukuri dan terus disuarakan.

Streotiping melumpuhkan, sama sekali tidak menawarkan alternatif pada cara orang memahami sesuatu. Tidak ada gunanya. Kita sudah membuktikannya dan menjadi bangga. Justru dengan stereotiping yang dikenakan pada orang Jawa TImur umumnya dan orang Malang khsusnya kita bersuara pada Indonesia tentang sebuah cara memetakan perdamaian.

Wassalam - salam damai.


Komentar

Postingan Populer