Minumlah kopimu

Secangkir Cinta

Ada satu orang yang selalu menikmati dengan penuh ungkapan penghargaan dan trimakasih secangkir kopi pahit yang aku seduh dan hidangkan. Bubuk kopi biasa, air mendidih dari ketel alumunium biasa, dan dengan sedikit, ya sedikit sekali gula, terutama di pagi hari. Cangkir yang digunakan juga selayaknya kebanyakan cangkir yang digunakan orang untuk minum kopi.

Ada yang istimewa yang membuat secangkir kopi itu tidak hanya nikmat untuk disruput panas-panas, tapi juga dihirup, dihisap, dirasa-rasakan kecapan-demi kecapan. Secangkir kopi itu diseduh dengan air dalam suhu tertentu (kira-kira sepuluh detik setelah mendidih yang tanak). Takaran kopinya kira-kira seperlima dari volume air. Gulanya sekitar seperempat dari banyak bubuk kopi yang digunakan. Sedikit perlu berhati-hati ketika air dimasukkan dalam cangkir, karena ini kesempatan untuk memasak kopi itu sekaligus dengan gulanya. Selanjutnya, sebaiknya sendok teh (karena tidak ada sendok kopi) digunakan untuk mengaduk. Setidaknya mengaduk harus dilakukan delapan kali putaran searah jarum jam, dan delapan kali berlawanan dengan arah jarum jam, bolak-balik sebanyak lima kali. Ketika buih sudah mulai nampak semakin cerah warnanya, itu tanda yang tepat untuk menengarai bahwa kopi siap dihidangkan.

Untuk menghasilkan sesuatu yang layak untuk dinikmati sepenting kopi di pagi hari, dibutuhkan perlakuan khusus, perlakuan istimewa. Seluruh unsur yang digunakan, air, kopi, gula, dan cangkir-sendok, perlu dihormati dengan tulus. Langkah demi langkah berurutan perlu dijalani laksana ritual hidup yang perlu dihayati, diamaknai, diinternalisasi sebagai tindakan pribadi yang sedang mencipta dengan karsa.

Dia hanya secangkir kopi pahit di pagi hari yang dinikmati sambil membuat rencana harian, menghitung waktu, menghubungi orang-orang tersayang, dan bersyukur pada anugerah baru, hari baru, dan tentu semangat hidup yang baru. Dia tetap kopi pahit yang membangunkan sisa-sisa kenikmatan tidur, menghapus bunga-bunga mimpi yang belum berarti, dan menghadirkan aroma pagi yang mampu menggerakkan ayam jantan untuk bernyanyi.

Setiap pagi dia mengatakan penuh penghargaan: "Ini kopi terenak yang pernah kuminum". Setiap pagi tidak bosan-bosannya dia ungkapkan itu seperti doa-doa syukur penuh kekaguman dan penerimaan seluas langit. Saat ada singkong rebus atau beberapa potong biskuit, pahitnya kopi semakin menegaskan keteduhan pagi.

Pada saat aku mengagumi caranya menikmati kesahajaan itu, aku disentuhnya dengan kasih. "Minumlah kopimu" sedikit berbisik dia tersenyum menatap wajahku. Dan benar, rangkaian ketulusan, penghargaan, kekaguman, syukur, dan cinta, adalah ramuan istimewa menyiapkanku memandang dia, memandang semua orang, semua makhluk, dan seluruh alam semesta ini.

"Minumlah kopimu, yakinlah bahwa selalu ada secangkir cinta untukmu, setiap pagi".

Komentar

Postingan Populer