ADVENT 1: E … DAYOHE TEKO!
Mempersiapkan kedatangan
Konsep mempersiapkan kedatangan adalah milik semua tradisi dan agama. Macam-macam yang dipercaya akan datang, bisa baik bisa buruk. Macam-macam pula caranya menunggu dan mempersiapkan diri. Ada yang penuh gembira, was-was, kagum, bingung, dan bahkan takut. Ekspresi mempersiapkan kedatangan kadang juga bisa bermakna memberi pengaruh pada apa yang dipercaya hendak datang.
Ada sebuah lagu dolanan yang sangat populer yang konon diajarkan oleh salah satu Wali penyebar Islam di Jawa, yaitu E … Dayohe teko (Hai … datanglah sang tamu). Lagu yang sangat unik karena bersifat terbuka untuk dilanjutkan secara responsif dialogis, terus menerus, saling bersahutan hingga semua merasa senang, terhibur, dan menemukan makna terbaik. Tidak ada akhir dalam lagu ini.
Berkaitan dengan kedatangan, jelas lagu ini bukan sekedar sarana melepas kejenuhan menunggu, melainkan justru sebuah kesempatan produktif dan kreatif mencipta syair sederhana, humoris, mengena dalam keseharian, dan bermakna untuk direnungkan dan dipikirkan pesannya. Semakin lagu ini dinyanyikan dan semakin banyak orang terlibat maka semakin bermanfaatlah lagu tersebut untuk semua orang yang hadir disitu.
Dalam lagu itu tidak ditegaskan siapa tamu yang akan datang itu. Mungkin tiap orang dibebaskan untuk menggambarkan sendiri tamu yang paling mereka inginkan mendatangi mereka masing-masing. Tidak juga digambarkan bagaimana tamu tersebut akan datang, apakah dalam kemegahan, dalam kesederhanaan, seperti pencuri, seperti tamu agung, seperti orang asing, atau malah sebenarnya seseorang yang sudah sangat akrab dan biasa ada di antara mereka. Siapa dan bagaimananya tidak penting, namun jelas bahwa semua orang diingatkan bahwa sedang ada tamu yang datang.
Memaknai Advent
Dengan merefleksikan lagu di atas, saya berusaha melihat bahwa masa Advent bisa diperluas tidak hanya pada konsep penantian terhadap sosok yang sudah kita kenal dan berpura-pura seolah-olah penantian kita itu begitu serius sehingga akan menjadi sukacita besar ketika yang kita nanti itu datang.
Tamu yang akan datang, dalam masa Advent dapat kita rayakan dalam persiapan penuh sukacita sambil menyusun syair kehidupan yang indah, bermanfaat dan bermakna bagi kehidupan. Tamu itu tetaplah sosok yang misterius dan kedatangannya juga misterius, tapi bukan itu tujuan penantian, bukan untuk menerka-nerka. Tujuan penantian adalah memanfaatkan waktu yang ada bersama dengan orang-orang terdekat kita dan bersama-sama berusaha membangun makna baru bagi kehidupan.
Kalaupun terlanjur kita tahu bahwa tamu yang akan datang itu adalah bayi Yesus, setidaknya kita bisa membangun kesadaran bahwa dia tetaplah tamu yang misterius yang kedatangannya tidak bisa kita batasi hanya dalam keterbatasan kemampuan berpikir kita.
Toh semua yang sudah kita tahu, sudah dikatakan sejak dari para penulis Injil hingga pengkotbah yang semalam berapi-api berusaha meyakinkan, adalah laksana lagu dolanan diatas; sebuah usaha untuk menyambungkan saja kelanjutan dari kalimat awal …. E… Dayohe teko. Terserah kalau mau dilanjutkan dengan … E … Beberno Kloso (Gelarlah sebuah tikar), karena toh bisa jadi … E … Klosone bedhah (Tikarnya sobek) sebagaimana kelemahan dan keterbatasan hidup kita sebagai manusia.
Kita mendekati kehadiran sang tamu dengan sebuah mentalitas kesukacitaan karena sadar benar bahwa dalam keterbatasan dan kelemahan kemanusiaan kita itu, kita terhubung pada sesuatu yang luar biasa di masa depan, sesuatu yang butuh kebersamaan dan kreatifitas semua orang untuk dengan merdeka mengisinya dengan nilai yang memberi makna hidup.
E …. Dayohe teko ……
Komentar