Theologi seni - Seni theologi

"Ekspresi artistik adalah ekspresi konkret berteologi" (Nyoman Darsane)


Sambil terus menggambar sketsa-sketsa baru, seorang seniman bertanya pada dirinya sendiri: "Kalau saya mau menggambarkan Yesus yang sedang bakar ikan di pantai bersama para sahabatnya, atau sedang membeli sepotong roti di pasar desa dan berjumpa dengan pedagang genit, sebaiknya seperti apa rasanya?"

Sebagai seorang yang menghayati Tuhan dalam gambar dan rupa yang selalu melalui proses internalisasi dan refleksi non-dogmatis dan bahkan non-teoretik, seniman - terutama yang menemukan panggilan berkeseniannya  - mengupayakan agar karya yang dibagikannya pada pengamat, penggemar, pemerhati, dan kritikus-kurator bukanlah sekedar tontonan melainkan alat komunikasi. Bagi seniman, menghasilkan sebuah karya seni adalah panggilan, refleksi, dan sekaligus kesaksian hidup.

Pertanyaan pertama yang muncul dalam diri seorang seniman adalah pertanyaan tentang rasa yang muncul dalam gambar di dalam pikiran, yang kemudian juga dapat direproduksi dalam lukisan, lagu, tarian, dan beragam ekspresi seni lainnya. Tentu semua ini akan menimbulkan banyak kesulitan bagi para teolog, penafsir kitab, dan sejarawan. Kesulitan yang muncul bukan saja karena peliknya menemukan alat teoretik yang tepat untuk memahaminya, melainkan juga kesulitan yang muncul akibat beranekaragamnya pemahaman logis mengenai rasa itu. Itulah sebabnya pula, banyak kaum moralis dan konservatif juga mengalami kesulitan berdiskusi dan berdialog dengan karya seni.

Emmaus Jesus as a woman telling stories (Emmanuel Garibay)

Pertanyaan kedua adalah dalam hubungannya dengan pengenalan pada model dan sistem penghayatan yang disistimatisir oleh agama, budaya, tradisi, dan adat-istiadat tertentu. Tentu tiap seniman juga terikat dengan model tertentu yang menjadi pilihannya, dan kadang juga merasa diri bertentangan dengan model lain yang tak sepaham dengan model yang dianutnya. Namun perbedaan model karya seni tidak pernah menghasilkan dan mengakibatkan pertikaian apalagi perang. Kita tahu bahwa banyak pula orang yang bisa menjadi sangat fanatik terhadap sebuah model seni tertentu. Namun fanatisme terhadap model seni dan seniman tertentu tidak mudah menjadikan orang antipati, negatif-thinking, dan sinis. Kenapa?

"Mana yang lebih rasional secara akademik, warna merah atau kuning?" 

I Nyoman Darsane

Jesus as Guru (Jan Pieter)

Warna yang bermacam-macamlah penghasil komposisi dan keindahan, penghasil rupa dan penghasil nuansa, kesan, dan imaginasi. Dalam sebuah karya seni, penciptaan komposisi melalui warna, bentuk, dan media yang digunakan berusaha menawarkan rasa yang seringkali begitu kuat membangun cara dan konsep pikir seseorang.

Kalau saja theologi itu dikelompokkan saja sebagai ekspresi seni, yang terus menerus bicara tentang manakah sisi yang baik (seperti selalu dikatakan pak Tino Sidin), yang saling melihat sisi-sisi manakah yang indah (seperti selalu ingin dinyanyikan anak-anak dan diperbincangkan dalam apresiasi seni), kekuatan rasa seperti apa yang ditawarkan dan memberi pengaruh baik bagi kehidupan (seperti banyak orang yang sedang merenungi pesan-pesan agamanya), tentu tempat teologi menjadi sangat istimewa.

Magnificat (Hendarto)

Pernah saya mendengar komentar amat pedas dari orang yang melihat bahwa memahami sebuah hasil karya seni adalah tindakan bodoh, menghabiskan energi dan waktu, kerjaan orang kurang kerjaan, tindakan para pemimpi. Mudah ditebak, bahwa melihat apapun karya seni yang ada di hadapannya dia tidak mampu menangkap apapun, bahkan sesuatu yang jelas-jelas dilihat oleh matanya. Ada juga yang berpendapat bahwa menghayati karya seni tidak menghubungkan orang pada realitas, tidak menghasilkan tindakan praksis yang beranfaat bagi kehidupan. Jelas, bahwa pandangan seperti ini berasal dari kemampuan melihat dan menghargai diri sendiri.

Seorang kawan dosen pernah menyampaikan kepada para mahasiswa pasca-sarjana teologi yang sedang kebingungan menemukan bentuk teologi kontekstual di Indonesia mengatakan dengan sederhana: "Datanglah pada para seniman, dengarkan pergumulannya, rasakan hasil karyanya, dan belajarlah" Tentu kemudian dia menambahkan "tolong buat laporan tertulis".



Begitulah ceritanya mengapa saya mulai menggambar. Saya akan mulai dari diriku sendiri.

Bunga

Ketika bunga mekar di halaman rumahku
tak kudengar suara apapun
hanya kulihat warna indahnya
sangat sedikit kucium aromanya
dan ....
ada rasa yang luar biasa.

tatok.. 2013

Komentar

okadwip mengatakan…
Di tulisan ini ada sebuah karya lukis dari bapak Hendarto (magnificat). Sekarang beliau sudah memiliki website khusus berisikan karya-karyanya yang lain. Silahkan kunjungi www.hendarto.com

Postingan Populer