GELOMBANG GERAKAN CINTA DAMAI DAN LINGKUNGAN ALAM

[Inisiatif beragam komunitas menghadapi tantangan jaman;praktik dan konsep dari Bhumi Arema bagi Indonesia untuk Dunia]


Mulai dari khabar terbaiknya


Mengawali Bulan Cinta Damai dan Lingkungan Alam
Prinsip awal yang dikumandangkan adalah; tidak perlu mencari-cari konflik, masalah, persoalan, apalagi ancaman untuk menyuarakan, melakukan, dan memprovokasikan perdamaian. Tidak perlu menunggu ancaman ekologis, banjir, polusi, pemanasan global, apalagi bencana alam untuk dengan serius dan sistematis melakukan tindakan-tindakan konkrit kecintaan kita pada lingkungan alam. Prinsip sederhana yang merubah paradigma cara pandang, dari model pendekatan mencari masalah untuk diatasi dan diselesaikan pada cara pandang progresif mengapresiasi apa yang sudah ada, yang sudah menghidupi dan membahagiakan banyak orang, yang memberi peluang dan ruang-ruang baru bagi masa depan.

Cinta adalah khabar baik, khabar sukacita, khabar keindahan dan bahkan keilahian yang dapat disaksikan oleh seluruh umat manusia dan bahkan alam semesta. Sepanjang sejarah peradaban manusia, spirit cinta adalah unsur terpenting dalam mentransformasi budaya komunitas, agama, tradisi, seni, dan bahkan ilmu pengetahuan. Cinta itulah yang menghasilkan kepedulian, dorongan bertindak dari hati tanpa pamrih, dan keberanian menghargai keanekaragaman ekspresi. Begitulah cinta itu selalu berupa gelombang yang menggerakkan budaya manusia. Pun menggerakkan manusia pada fitrahnya sebagai makhluk yang dikharuniai-diberkahi kemampuan untuk berpikir-bersuara-bertindak damai dengan sesamanya maupun dengan lingkungan alam di sekitarnya.

Adalah beragam komunitas, beragam kepedulian, beragam minat perhatian, beragam cara berekspresi, beragam model keanggotaan. Di kelilingi oleh pribadi-pribadi yang secara mandiri mencurahkan pikiran-hati-tenaganya untuk menyuarakan pesan-pesan illahi bagi bumi yang makin beriman, berkemanusiaan dalam alam yang lestari. Kombinasi pelangi yang dihasilkannya jelas dan tegas. Yaitu sebuah gelora budaya cinta damai dan cinta lingkungan alam. Sebuah aura asali tiap insan yang ingin hidup tentram diliputi kebahagaiaan dunia akherat.

·         Dari caranya bertindak dapat ditengarai bagaimana budaya cinta damai dan lingkungan alam itu dijiwai, dimaknai, dibagikan dan dijadikan intisari pengkhabaran. Beberapa kawan pecinta lingkungan, yang sukarela mempelopori membersihkan gunung-gunung dari ketidakpedulian para pendaki dan pelancong penikmat alam lestari yang meninggalkan sampahnya. Mereka menemukan diri, bahwa membentuk perilaku yang sadar bahwa hidup memiliki ketergantungan pada lingkungan perlu dilakukan sejak dini, sejak anak-anak berjumpa dalam penghargaan dan kekaguman pada perbedaan, pada kehidupan yang lebih agung dari sekedar ilmu pasti (kLN).

·         Dari apresianya yang diekspresikan lewat tari, lagi, puisi, musik kolaborasi, dan segala kreatifitas olah rasa, komunitas-komunitas peminat pemaknaan simbolisasi memperjelas pesan semesta yang amat sederhana yaitu damai dan lestari. Rahayu menjadi salam yang melengkapi beragam ekspresi perjumpaan seperti assalam mualaikum, syalom, dan tentu saja salam satu jiwa. Saling melengkapi, saling memperkaya, saling menerima kesejatian diri masing-masing menjadi penanda baru bahwa keberagaman adalah anugerah agar tiap orang saling menghidupi. (kPK; KPMR, PL)

·         Dari caranya berorganisasi, menyebarkan provokasi damai lewat guratan disain unik menarik otentik, caranya berkawan tak pandang asal-muasal, gender, usia, pangkat, jabatan, caranya saling mendahulukan dan mendorong inisiatif, komunitas-komunitas berbasis warung kopi, tjangkroan, diskusi, relasi bisnis, bahkan kelompok arisan, mencerminkan diri dan dengan begitu memantulkan energi baru betapa indahnya persaudaraan yang dibingkai dengan sukacita, sebuah bingkai yang selalu dapat diperluas menyentuh melibatkan merangkul semua orang tanpa terkecuali (kPMasli; TJ’s).

Dengan kata lain, gelombang gerakan ini adalah gelombang yang terbentuk dari hembusan-hembusan cinta. Gelombang gerakan ini, kalau mau dicarikan referensi akademiknya adalah inisiatif lokal berbasis pada semangat hidup yang dimiliki tiap orang, tiap komunitas, tiap kelompok, yang mengejawantah dalam komitmen untuk mentransformasi kekayaan budaya dan tradisi yang ada dijiwai oleh perdamaian dan kelestarian lingkungan. 

Inspirasi historis

O, Semoga tidak ada rintangan.
Semoga sejahtera seluruh jagat,
dan semuanya berbuat kebajikan.

(Prasasti Sangguran 928M)

Inspirasi historis tidak hanya belajar dari data sejarah baik yang tersirat maupun tersurat. Inspirasi historis juga mengandung makna perjumpaan dengan leluhur, bersatu semangat dengan para pendahulu, bermemorabilia bersama dengan para saksi yang sesungguhnya tidaklah bisu (candi, gedung, bangunan, patilasan). Sebuah kesatuan yang naluriah bisa kita jumpai dalam cara hidup yang akuntable (dapat dipertanggungjawabkan) jika perjumpaan itu diakui dimaknai.

Topeng Malangan Ikon seni budaya Arema
Kesatuan jiwa dengan leluhur adalah dasar dari kejujuran yang sungguh semestinya perlu dimulai dari kejujuran pada diri sendiri. Jawa Timur, seputar Malang Raya, merupakan wilayah dimana perjumpaan dalam kepelbagaian itu dibangun harmonis bermodalkan kejujuran. Toleransi bukanlah ukuran keharmonisan, toleransi sekedar sebuah cara menentukan batas-batas. Tanpa kejujuran pada diri sendiri, orang tidak akan belajar untuk menerima kejujuran orang lain. Tanpa dengan kesadaran mengakui diri sendiri, orang akan tidak terbiasa untuk menerima dan mengakui orang yang berbeda. Kejujuran menghasilkan eksistensi yang otentik.

Dengan eksistensi yang otentik, perjumpaan dengan perbedaan tradisi, etnis, asal daerah, agama, keyakinan, aliran, kepercayaan, menghasilkan keindahan perdamaian otentik berupa ko-eksistensi, sebuah energi kosmis yang hingga sekarang sering dinyanyikan keagungannya berasal dari perbedaan hakikat gunung Kelud (aktif – reaktif), gunung Kawi (tidur panjang – elegan), dan gunung Arjuno (istirahat dengan gagah dan penuh wibawa) yang pada dasarnya saling melengkapi (kJK).

Bukan hanya sekali dua kali kejujuran dan pengakuan pada perbedaan itu diberi penanda. Candi Jawi dari era Kahuripan, yang kait mengkait dengan berdirinya Kanjuruhan yang direformasi menjadi Tumapel, Daha dan Kadiri, hingga modernisme Mojopahit, adalah penanda-penanda agar kejujuran eksistensi perbedaan itu terpelihara, dihormati, dihargai, dan terus diajarkan pada generasi baru. Itulah pondasi dasar peradaban sejati. Itulah tonggak awal sebuah kelompok manusia dapat menyebut dirinya sebagai sebuah bangsa (kPS).

Ki Djati Kusumo - Budayawan Malang
Kejujuran berbasis penghargaan pada perbedaan tentu saja menghasilkan cara hidup yang lugas, blak-blak an, apa adanya, anti-drama, dan tidak mbulet-mbulet. Itulah adat, tradisi, cara hidup yang menggembirakan dan produktif. Karena dengan cara seperti ini energi terfokus pada hal-hal yang bersifat inovatif, progresif, reformatif-revolusioner dan menjauhkan diri dari dagelan birokrasi politik dan masturbatif terhadap ephoria demokrasi tanpa hati. Cara seperti ini juga sekaligus memperlihatkan posisi sikap kritis terhadap realitas. Tidak pernah fatalistis, namun terus berani reflektif memperbaiki praxis yang sudah dijalani (Garuda).

Damai dan perdamaian melampaui teori-teori. Karena analisa dasar terhadap perdamaian tidak pada praktek bagaimana perdamaian itu dihancurkan, tetapi sebaliknya, yaitu ketika perdamaian itu dilakukan, dibangun, dikerjakan, dinikmati, dan lantas dirayakan bersama terus menerus. Fokus perhatian pada perdamaian adalah tindakan damai (pAnsor). Intisari makna perdamaian adalah perbuatan, perkataan, pikiran, dan penghayatan keutuhan hidup keseharian berinteraksi dengan sesama manusia dan kesadaran diri sebagai bagian dari alam.

Oleh karenanya, menjalani perdamaian untuk menyuarakan damai hanya terjadi melalui kepedulian (kPMasli). Perdamaian menjadi tidak adil kalau diperintahkan, didogmakan, bahkan dihukumkan. Perdamaian berjalan indah dalam keadilan ketika gunung-gunung kembali bisa bernyanyi menebar kesejukan dan gembira membagikan mata air (kNG). Ketika lingkungan alam menjadi sumber kegembiraan, perkawanan, pengertian, dan keaslian hidup. Ketika pohon-pohon tidak lagi dijadikan alat pemuas nafsu hedonis papan peletak iklan. Ketika sungai-sungai dijadikan halaman depan yang indah dan menyegarkan dan bukan lagi di belakang sebagai tempat pembuangan. Ketika setiap orang memandang siapapun manusia di sekitarnya sebagai sesama manusia (SSC) dan alam dilihat sebagai anugerah terindah.

Proses gelombang gerakan

Karena berawal dari kepedulian, maka gerakan yang terbangun sepenuhnya memaksimalkan inisiatif dan minat tiap-tiap pribadi. Perjumpaan dan keterhubungan sangat disyukuri dan selalu menjadi moment paling menggembirakan. Karena setiap perjumpaan dimaknai sebagai kesempatan untuk saling mengapresiasi, saling mendorong, saling melengkapi, saling berbagi, dan saling belajar bersama (kLN). Spiritualitas gerakan berlimpah ruah bermunculan dari masing-masing keunikan pribadi dan segala ragam kekayaan talenta yang dimilikinya. Gelombang gerakan cinta damai itu selanjutnya dapat dipetakan seperti ini:

1.       Dia bersifat reflektif, berawal dari kesadaran diri pribadi, keseluruhan keutuhan identitas karakter dan identitas sosial, diakui sebagai entitas awal untuk menyemai cinta damai dan lingkungan alam. Demikianlah keunikan latarbelakang etnis, agama, bangsa, hobi, kepercayaan, profesi, dan lain sebagainya merupakan lahan dan pupuk yang menyuburkan benih awal cinta damai dan lingkungan alam itu selanjutnya diperjumpakan dengan orang lain. Mulai berdamai dengan diri sendiri dan selalu meyakinkan diri berada dalam jalan damai adalah refleksi paling manusiawi yang mendekatkan insan pada yang illahi.

2.      Dia juga bersifat apresiatif, mensyukuri dan memandang dengan kekaguman manakala damai-dalam-diri itu berjumpa dengan sesamanya. Setiap orang memiliki minat terbaik yang beragam, disitulah terletak hakikat terdalam kemanusiaannya, talenta minat terbaik tiap-tiap orang selalu menemukan ekspresi paling nyata pada saat dibagikan. Begitulah sikap apresiasi mendorong tiap orang untuk melakukan, mengerjakan, bertindak, dan bersikap dalam jalan-jalan damai.

3.       Dia juga bersifat kolektif dalam pertemanan komunitas terkecil paling dekat meluas menular pada komunitas yang lebih besar. Tindakan-tindakan damai perlu terus dipraktekkan dari dalam komunitas sendiri untuk menginspirasi komunitas terkait selanjutnya yang lebih besar dan luas (kNU). Jaringan intra-komunitas yang terbangun sesungguhnya adalah perayaan bersama, komitmen bersama, praktek bersama, dan gerakan bersama yang berpusat pada spirit yang sama. Sifat kolektif itu juga selalu terbuka, merangkul, menerima, memahami, dan mengerti pada perubahan-perubahan jaman. Nah, dinamika yang ditimbulkannya jelas menjadi gelora bersama yang memberikan kesaksian tegas bahwa cinta damai dan lingkungan alam adalah kehidupan yang lebih baik.

Kepedulian selalu berupa tindakan, berupa aksi nyata untuk memperbaiki, memperbaharui dan merubah sesuatu menjadi semakin baik. Kepedulian juga menularkan kepedulian dan akan semakin menguat saat dijadikan sebagai agenda aksi bersama. Kepedulian akan terus bergelora laksana gelombang ketika dikerjakan bersama-sama dengan siapa saja yang memiliki kepedulian yang sama. Cara menjaga agar kepedulian terus terpelihara adalah dengan terus mempraktekkannya secara kreatif, inovatif, dan juga astetis berbudaya. Dengan keindahan kreatif yang berbudaya maka kepedulian akan memiliki kekuatan untuk menjangkau setiap orang. Demikianlah kepedulian itu menjadi titik temu dan pusaran arus yang menghasilkan gelombang gerakan cinta damai dan lingkungan alam.

Nilai-nilai yang dikembangkan

Kepedulian dengan tindakan dilandasi cinta damai dan lingkungan alam mengembangkan nilai keTuhanan, kemanusiaan, dan kelestarian lingkungan. Hal ini mencerminkan keutuhan kehidupan seperti sebuah pesan besar justice, peace, and integrity of creation (pGKI). Sebuah visi tentang dunia yang terus bertransformasi dalam gerakan menghadirkan rahayu, damai sejahtera, kebahagiaan dan ketulusan berserah pada yang illahi.

Nilai KeTuhanan menggambarkan bahwa ada penerimaan dan pengakuan besar terhadap segala ragam perbedaan, segala ragam keunikan, segala ragam cara untuk menghayati kehidupan spiritual. Sebuah nilai saat manusia yang menghayati Tuhan sebagai sang khalik yang rahmani dan rahimi. Saat segala tindakan didorong oleh semangat menghadirkan rahmat Allah bagi seluruh alam semesta (kNU).

Nilai kemanusiaan yang mula-mula dan pertama adalah pengakuan bahwa dari manapun asal kita, siapapun kita, apa saja minat terbaik kita, ketika kita berada di sini, di bhumi Arema ini, kita semua sama (Neolath). Manusia tidak sepatutnya memposisikan diri lebih tinggi terhadap manusia lain apapun alasannya. Nilai kemanusiaan adalah ajakan persaudaraan, pengakuan akan berharganya tiap orang bagi masa depan dunia yang satu ini.

Nilai kelestarian lingkungan benar-benar disadari sebagai tugas menjadi rahmat bagi alam semesta (NU). Panggilan ini nyata dalam kerendah-hatian tiap insan menjadi bagian dari alam, menempatkan diri tak akan lestari jika lingkungan alam tidak lestari. Nilai kelestarian ini cakupan luasnya bahkan meliputi segala karsa budaya, tradisi, karya seni, dan kreasi kreatif setiap insan untuk mempercantik dunia (kejawen). Pesan Gus Dur jelas: “Tak ada perdamaian tanpa keadilan” demikianlah nilai kelestarian lingkungan adalah tindakan adil terhadap alam dan karsa budaya yang mempercantiknya.

Dengan nilai-nilai dasar seperti itu sekat-sekat apapun yang mengganggu dan menghalanginya dapat diminimalisir untuk ditiadakan. Sekat-sekat berupa perbedaan usia, jenis kelamin, hobi, tradisi, cara berada, dan cara hidup, dilebur dalam satu kepedulian yang sama. Dipompa oleh nilai-nilai yang sama. Nilai-nilai dasar ini juga menjadi cara mengada, menjadi gaya hidup, dan seperti biasanya para pembawa damai katakan: “beginilah cara kita hidup”.

Gelora bagi Indonesia untuk Dunia

Relevansi gelombang gerakan cinta damai dan lingkungan alam yang bermula kecil dari inisiatif para pembawa damai ini merupakan alternatif budaya bagi serangan budaya media yang sarat dengan pesan kebencian, teror, pembodohan, drama politik, dan degradasi budaya berkomunitas, dalam semangat cinta. Ini adalah sebuah teriakan tegas bagi Indonesia untuk menjalani fitrahnya sebagai bangsa yang kondang dalam cita rasa luhur menebarkan damai, keramahan, dan persaudaraan. Ini sebuah kilas balik namun progresif bergerak ke masa depan. Sebuah pusaran baru dimana setiap orang dapat kembali menemukan dirinya secara utuh dan bangga menjadi Indonesia.

Pada dunia, seruan ini adalah pilihan paling riil bagi masa depan kelestarian komunitas, bangsa, dan alam semesta. Karena seruan ini merupakan jalan keluar dari dinamika perang ideologi, persaingan ekonomi, isu iklim global, dan perselisihan agama dan ras antar manusia yang tak kunjung mereda ketegangannya, tak kunjung berkurang korban-korbannya, tak kunjung menyadarkan bahwa inilah satu-satunya bumi yang kita miliki, tak kunjung menyadarkan bahwa orang-orang yang dibenci, dimusuhi, bahkan dibunuh adalah satu-satu makhluk di bumi ini yang merupakan sesamanya.


Inspirasi-referensi Tulisan ini:

1.        Komunitas Gubug Baca Lentera Negeri yang memperjuangkan keseimbangan hayati dan pendidikan prakerti sejak dini. (kLN)
2.        Komunitas Nawakalam Gemulo yang memperjuangkan hak mata air untuk tetap hidup. (kNG)
3.        Komunitas Prajnawidya yang tak gentar terus menemukan inspirasi kebijakan leluhur Singhasari-Mojopahit (kPS)
4.        Komunitas Peduli Malang (asli Malang) (kPMasli)
5.        Ki Djati Kusumo, Budayawan Arema (kDK)
6.        Koalisi Perdamaian Malang Raya (KPMR)
7.        Gusdurian Muda Malang (Garuda)
8.        Save street child Malang (SscM)
9.        Komunitas Gereja Kristen Indonesia (pGKI)
10.     Sesepuh Nahdatul Ulama Malang (kNU)
11.      Ansor kota Malang
12.     Komunitas Tjankir 13 (TJ’s)
13.       Komunitas Backpaper Malang
14.    Neolath community

Komentar

Postingan Populer