Apresiasi buku Pdt. Bambang Nugroho hadi, M.Th.
Dialog Kristen – Islam Menuju Indonesia Damai, Perspektif Kristen
Penulis: Bambang Nugroho
Hadi, M.Th.
Penerbit: Smart Writing –
Yogyakarta
Penulis buku dan hasil karyanya - 2013 |
Di tengah kekhawatiran
banyak orang akan semakin merosotnya kesadaran pluralitas bangsa kita,
usaha-usaha kecil yang bermunculan dengan beragam perspektif dan pendekatan
untuk terus menyuarakan alternatif bentuk dan mewujudkan perdamaian Indonesia,
terutama perdamaian antar pemeluk agama-agama perlu selalu diapresiasi dan
diwartakan. Kalau negara sudah tidak lagi memiliki kewibawaan untuk menjamin
perdamaian manakala terjadi konflik horizontal, ketika agama-agama terlena
dengan permainan kebenarannya, dan ketika lembaga pendidikan tak lagi
menyediakan ruang-ruang pembelajaran untuk menghargai dan menghormati
perbedaan, harapan kita tinggal terletak pada keberanian orang-orang yang
merindukan terwujudnya damai yang dimulai dari suara lirih kesadaran penghargaannya
pada sesama manusia.
Seperti sebuah diskusi
lagsung yang mengalir bebas, buku ini memperlihatkan adanya kerinduan terhadap
idea besar terwujudnya Indonesia damai yang ditempuh dengan cara-cara damai,
yaitu dengan dialog. Buku ini hendak mengajak para pembacanya untuk melihat
bagaimana sebuah kesadaran pentingnya dialog itu niscaya dibangun berangkat
dari apapun pendirian dan selera kita terhadap tingkat keagamaan yang sedang
kita yakini. Pengalaman perjumpaan dengan beragam orang dari latar belakang yang
berbeda, terutama dalam hal hidup berimannya, adalah titik pijak terpenting
yang disajikan buku ini.
Sebagaimana sebuah studi
sosiologis terhadap fenomena sosial tertentu, buku ini diawali dengan ajakan
untuk memetakan konteks bersama sebagai sebuah landasan analisis menemukan
indahnya interaksi lintas iman yang terjadi dalam dinamika sejarah, politik,
maupun peristiwa-peristiwa besar yang melibatkan seluruh warga bangsa yang
majemuk ini. Refleksi teologis dari perspektif Kristen dari keseluruhan proses
pencarian itu semakin mengokohkan argumen bahwa keterbukaan terhadap perbedaan
perlu dimulai dari masing-masing individu manusia-manusia beragama itu sendiri.
Secara singkat
diperlihatkan bahwa sebagai sebuah bangsa, Indonesia mengalami jatuh-bangun
dalam harmoni dan disharmoni yang memberi pelajaran berharga tentang pentingnya
“kebhinekaan”. Bahkan dengan tegas diperlihatkan bahwa penolakan terhadap
kebinekhaan merupakan akar konflik yang sering terjadi di Indonesia. Bahkan disitu dengan lebih rinci penulis memperlihatkan bahwa
kebhinekaan itu juga harus dilihat sampai pada banyaknya kelompok dan golongan
yang ada di dalam agama itu sendiri. Hal ini dilihat sebagai sesuatu yang
penting karena penolakan kebhinekaan terjadi tidak hanya antar agama melainkan
juga diantara aliran-aliran dan sistem organisasi yang berbeda dalam agama itu
sendiri.
Dengan fokus pada dialog
Kristen dan Islam, penulis melihat bahwa problematik ketidakharmonisan yang
sering terjadi antara Kristen dan Islam berada dalam dua hal. Yang pertama,
ketidakharmonisan antara Kristen dan Islam sering terjadi karena kedua agama
merupakan agama misionaris. Yaitu agama yang sama-sama melihat bahwa menyebarkan
agama itu penting dan merupakan bagian dari eksistensi agama tersebut di dunia
ini. Yang kedua, ketidakharmonisan antar kedua agama ini sering terjadi
disebabkan karena kurangnya informasi yang dimiliki masing-masing pemeluknya
terhadap yang lain. Kurangnya informasi inilah yang mudah menimbulkan salah
paham dan miskomunikasi.
Pemetaan konteks yang
kedua yang dilakukan penulis adalah dalam hal melihat segala bentuk peluang
yang tersedia baik dalam diri masing-masing agama maupun dalam realitas sosial
dan politik yang ada di Indonesia. Dari perspektif Kristen penulis melihat
bahwa pendekatan teologis dalam konteks pluralitas Indonesia perlu bergerak
dari tindakan dialogis menuju tindakan rekonsiliatif. Namun perlu dicatat bahwa
tindakan dialogis itu berkaitan dengan cara pandang orang Kristen terhadap
ajaran-ajarannya, caranya memahami Alkitab, dan caranya membangun relasi dengan
agama lain.
Tindakan dialogis adalah
sebuah pilihan sadar untuk memahami diri dan orang lain dengan penuh
penghargaan. Cara inilah yang dapat memampukan orang untuk melakukan dialog
dengan semangat rekonsiliatif. Pendekatan dialog seperti ini diperlukan, karena
dalam konteks masyarakat Indonesia mudah sekali penyalahgunaan istilah positif
menjadi tindakan yang justru merangsang konflik. Nampaknya hal ini menggelitik
penulis karena melihat banyaknya bentuk debat kusir tentang kebenaran agama
yang dinamai dengan dialog, atau studi perbandingan agama, atau studi atas nama
apapun yang dihubungkan dengan istilah dialog namun yang pada prakteknya justru
menyediakand ruang-ruang berbahaya dimana tiap-tiap pihak memiliki kesempatan
untuk saling menyerang dan merendahkan. Dengan menghargai diri sendiri, agama
sendiri, dengan tulus dan tidak membabi buta, memampukan orang untuk menghargai
yang lain dengan semangat rekonsiliatif.
Akhirnya, penulis secara
reflektif menekankan pula pada pentingnya tiap orang mengenal ajaran-ajaran agamanya
sendiri dengan baik dan bijaksana. Terutama ajaran-ajaran keagamaan yang
mengasah hati nurani untuk berjiwa rekonsiliatif dan dialogis. Demikianlah
kekuatan buku ini mengajak tiap pembacanya untuk memulai sikap yang tulus penuh
penghargaan pada diri sendiri untuk memperlihai diri menerima perbedaan juga
dengan tulus dan penghargaan sehingga terjadilah dialog rekonsiliatif untuk
Indonesia yang lebih baik. Selamat kawan, lanjutkan khabar sukacita ini demi
masa depan perdamaian di tanah tumpah darah Indonesia tercinta.
Komentar