PAKU POHON

Apalah indahnya sebuah kota yang dipadati dengan sampah visual?

Banner, poster, umbul-umbul, papan peringatan, dan segala bentuk tanda dan gambar yang dipajang dipasang di sepanjang jalan-jalan tidak semuanya adalah penting dan menjadi alat bagi pengguna jalan untuk memperlancar perjalanan namun justru sebaliknya menghadirkan hilangnya estetika dan kebutuhan ruang pandang bebas. Semua orang tahu ini dan demi hal itu tak kurang dari beberapa peraturan disediakan untuk membuatnya tidak menjadi liar tak terkendali.

Yang paling mengerikan dari itu semua adalah pemasangan hal-hal yang mengandung informasi penting atau iklan menggiurkan yang jelas-jelas dibuat untuk merangsang pandangan orang untuk memberi perhatian khusus. Jalan raya, tempat dimana kebAnyakan adalah hanya ruang bagi kendaraan bermotor dengan kecepatannya jelas bukanlah tempat yang benar untuk memasang hal-hal seperti itu. Karena hal itu tidak hanya mengurangi keleluasaan ruang pandang, namun juga merusak konsentrasi yang bisa mencelakakan kendaraan. Namun kenyataannya, disitulah tempat paling disukai oleh para pembuat jasa iklan untuk menawarkan produk barang atau jasa dari klien mereka.

Hal kedua yang tidak kalah mengerikan adalah kecenderungan para pemasang iklan itu untuk memasang segala jenis banner dan posternya pada pohon-pohon pelindung, tiang-tiang listrik atau telepon. Cara ini saja jelas-jelas merupakan tindakan yang tidak mengindahkan fungsi dari masing-masing benda yang ada, tak jarang cara pemasangannya cenderung merusak atau memperburuk keberadaan benda-benda tersebut.

Dinas pajak, dinas kebersihan, satpol PP, setidaknya adalah beberapa pihak terkait yang berhubungan langsung dengan jelas bertanggungjawab terhadap segala bentuk pemasangan itu. Pos-pos polisi yang tersebar di sepanjang jalan raya juga jelas adalah penyaksi utama bagaimana proses pengkotoran kota oleh pelaku pencipta sampah vertikal seperti itu sehari-hari terjadi. Apakah dengan begitu, wajah jalanan semakin hari semakin bersih dari segala bentuk kerusakan keindahan, keamanan, dan kenyamanan itu? Nampaknya tidak.

Yang paling menderita dari tindakan brutal teror sampah visual seperti itu seringkali adalah pohon-pohon pelindung yang ada disepanjang jalan besar kecil di sebuah kawasan kota.

Beruntung bagi pohon-pohon itu berada di kawasan militer, kantor-kantor pemerintah, hotel berbintang, atau jalanan utama tempat para aktivis lingkungan biasanya beraksi memperlihatkan caranya mencintai lingkungan. Di luar wilayah itu, pohon-pohon adalah sasaran paling meringankan biaya pemasangan poster dan banner karena cukup bermodalkan paku besar (semakin besar semakin baik agar tak mudah lepas), dan atau kawat-kawat besi.

Tak ada satu pohonpun yang bisa selamat terbebas dari paku, tak peduli sebarapa besar dan kecil pohon yang berada di pinggir jalan.

Siapa peduli? Jika suatau kali nanti pohon tersebut menjadi aus dan keropos didalam dan kemudian roboh tertimpa angin yang mestinya tak mampu merobohkan pohon sekekar itu, dan apalagi jika dari hal itu lantas menimbulkan korban, siapa menjadi penanggungnya? Apakah para pemasang iklan baner dan poster ikut bertanggungjawab? Apakah perusahaan-perusahaan besar yang produknya pernah dibebankan pada kesehatan pohon itu ikut bertanggungjawab? Jawaban resmi dari media akan dengan mudah ditebak berbunyi sebagai kecelakaan, insiden, gejala alam, dan sejenisnya, yang tidak akan pernah bisa menyentuh pada perspektif pohon.

Beberapa orang yang peduli seringkali secara acak melakukan pendekatan penyelamatan.

Cara pertama dengan pendekatan legal formal: Menghubungi pihak berwenang dan meyakinkan bahwa sebenarnya pihak yang berwenang tinggal mengangkat telpon (karena kebanyakan baner dan poster mencantumkan nomer telpon) dan menegur para pemasang atau perusahaan yang produknya terpampang disitu demi penyelamatan pohon. Langkah kecil, mudah, sederhana, tanpa biaya dan tenaga besar yang pasti akan memberi efek signifikan. Tentu saja masyarakat yakin dan percaya bahwa pihak berwenang sehari-hari telah melakukan tugas itu semaksimal mungkin.

Beberapa orang ada juga yang memberanikan diri, sebagai bentuk cara kedua, langsung atas inisiatif sendiri, meluangkan waktu dan pulsa, kadang juga dengan tenaga dalam perjumpaan langsung, menegur mengingatkan kepada para pemasang produk di pinggir-pinggir jalan agar segera melepas dan menertibkannya. Tak jarang ancaman, kemarahan, dan sikap sinislah yang diterimanya. Dan kalau terjadi konflik dalam langkah ini siapa yang akan bertanggungjawab? Pemerintah? Para direksi perusahaan? Yang jelas dan pasti adalah masyarakat berbenturan sendiri, antara yang menghendaki keindahan dan penghargaan berlawanan dengan para pencari uang dengan cara yang cepat.

Yang ketiga, beberapa orang juga dengan telaten melakukan pembersihan sendiri. Mencabuti iklan-iklan dalam bentuk banner dan poster terutama yang tertanam dengan paku dalam pohon-pohon perindang di sepanjang jalan. kadang aksi seperti ini dilakukan dalam kelompok besar yang menarik perhatian media untuk meliput. Kadang bahkan pihak departemen kebersihan menawarkan bantuan personel dan peralatan yang bisa digunakan. Mereka dengan sukarela melakukannya dengan kesadaran penuh mendapat ancaman kemarahan dari para pemasang iklan, mendapat cibiran dan bahkan cemoohan dari orang lewat dan atau orang yang tinggal disekitar pohon yang sedang coba diselamatkan itu.

Sekalipun telah cukup komplit langkah dan upaya yang dilakukan, gerakan para maling pemasang paku di pohon nampaknya lebih cepat. Mereka memiliki perlengkapan yang begitu canggih. Melakukannya ketika orang sedang lengah, di malam hari atau pagi hari seperti maling namun yang orang tukang ronda (entah kenapa) tidak pernah mengusiknya. Sehari dilakukan pembersihan, pohon-pohon akan segera menjadi lahan empuk baru perebutan siapa yang lebih cepat memasang iklan baru.

Entah mengapa persoalan sesimpel dan sesepele seperti ini sulit sekali dihadapi nampaknya bukan hanya terletak pada kesiapan pihak berwajib dan segala fasilitas pendukungnya, bukan pula pada para relawan aktivis yang berani berkorban, tetapi pada mentalitas sosial masyarakat melihat dan memperlakukan lingkungan disekitarnya. Hal ini sepenuhnya terletak pada kesadaran kita bersama bagaimana bersikap dan menghargai pohon-pohon pelindung yang adalah nafas harian kita, penghasil air harian kita, dan penghasil keindahan bagi kenyamanan hidup kita. 

Salah satu fungsi paku memang ditancapkan pada kayu, namun bukan pada pohon yang masih hidup.

Komentar

Postingan Populer